Monday, April 27, 2009

sekadar mencatat

Karma tertegun beberapa kejap. Buliran keringat sebesar jagung menetes disesela dahinya yang berkerut bimbang. Sementara matanya nanar menatap rajanya yang tak lagi mampu bergerak kemana-mana. Seolah tegak berdiri ditengah kumparan ragu dalam balutan cemas yang membatu. Maju selangkah saja, tentu akan menjadi bulan-bulanan kaki kuda lawannya. Kalaupun toh ada sejumput kenekatan untuk beringsut kesamping kiri, benteng kokoh itu akan segera meruntuhkan kewibawaannya menjadi berkeping-keping. Mundur, jelas bukan pilihan bijaksana dan jauh dari pengertian untuk disebut sebagai cerdas karena ada dua gajah yang siap membetot dan membanting tanpa ampun dengan belalainya.