Monday, December 10, 2007

dari Wot Galeh ke Purnabudaya via Karangmalang

Pulang dari Wot Galeh*, tempat para leluhur membentangkan talam dalam abadi tidur. Aku terdampar kembali ke lincak (kursi bambu) di depan Burjo "Putra Jogja". Beberapa kawan terlihat gegas melangkah dalam sebuah kesibukan buat perhelatan teater
di sekitar kampus UNY untuk bulan desember 2007 sampai januari 2008 nanti.

Kawan-kawan UNSTRAT tengah sibuk mempersiapkan pentas teater 2 Kotanya di Solo dan Jogja, mengunduh naskah "Pada Suatu Hari"nya, Al Mukarom Arifin C Noer. Sengaja aku menyebut beliau (ACN) sebagai Al Mukarom, karena lewat tangan beliaulah, naskah drama modern di Indonesia menemukan puncak-puncak kreativitasnya. Dialah salah satu penulis naskah drama modern di Indonesia paling berpengaruh sampai hari ini. Sementara Teman-teman SEKRUP, F MIPA UNY, disibukkan dalam prosesi produksi pentas mereka MOHABATTEIN, yang terinspirasi oleh film India dalam judul yang sama. Tentu menarik membayangkan wajah panggung teater kita dalam balutan warna Bollywood dengan tari dan nyanyinya. Yang tak kalah menarik tentu saja persiapan adik-adik mahasiswa FBS yang mengambil mata kuliah Kajian Drama semester ini. Mereka juga tengah asyik-asyiknya mempersiapkan produksi pementasan sebagai bagian dari tugas akhir studi di mata kuliah yang bersangkutan. Ada 5 naskah drama realis yang mereka persiapkan. Antara lain : Malam Jahanam karya Motinggo Busye, Sendang Kali Angke karya Menthol Hartoyo, Isyu (adaptasi) karya Heru Kesawa Murti, Sidang Para Setan karya Jaka Umbaran (Pseudo name dari seorang budayawan Jogja yang dikenal luas di seantero jagat raya) serta satu lagi yang kalo tak salah ingat karya Menthol Hartoyo yang bertitel Sketsa Rezim. Benerbener sebuah perhelatan teater akhir tahun yang sangat sayang kalau dilewatkan begitu saja. Apalagi yang saya dengar, kelima pertunjukan itu free pass alias gratis. Bahkan ada door prize nya segala. Lumayan buat penahan dingin di musim ujan yang ujian ini. hehehe.

"Maaf, kalo sentimen ini tak bisa saya tahan dan mencuat begitu saja...non verbal, tapi kekuatan seorang (mantan) aktor telah menghidupkannya dan memberikan tenaga untuk melahirkan dirinya..."

Seperti kalimat siapa ya? Ah tenang saja. Akupun tak hendak membiarkan kerut di keningmu jadi semakin dalam dan menenggelamkan kecantikanmu yang mutlak itu.

Benar-benar hari-hari yang berteater di kampus UNY untuk bulan Desember sampai Januari ini.

Disesela acara teater, aku masih juga sempatkan diri datang ke Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardja Soemantri (d/h:Purnabudaya), di Bulaksumur. Sebuah ruang publik yang belum lama ini dipergunakan juga oleh Butet Kertaredjasa lewat monolognya SARIMIN. Puji Tuhan, Alhamdulillah akhirnya Jogja punya ruang bagi ekspresi berkesenian yang representatif tanpa harus bergantung pada taman yang tidak begitu pintar di sebelah Taman Pintar itu. Apalagi kalo kita mau menengok ranah ruang publik seperti Karta Pustaka di Bintaran, Auditorium LIP atau Stage Tari Tedja Kusuma di FBS UNY serta ruang-ruang yang lain seperti kedai kopi dan lapak remang dipinggir jalan. kita tak perlu lagi menyerahkan nasib pada ke-ganas-an sosietet. Apalagi kalo beneran rumours yang kudengar, Sasana Hinggil di Alun-alun selatan akan di jadikan sebagai sentra budaya kota Jogja. Kalau ini benar, aku sujud syukur sampai benthet dahiku atas anugerah tumbangnya arogansi ruang seperti yang diperagakan sosietet selama ini. Syukurlah, ternyata penggiat seni dan budaya di kota jogja ini cukup cerdas dan bijaksana. Semoga kedewasaan untuk meninggalkan sosietet ini adalah langkah yang berarti juga menuju masa gilang gemilang dunia seni dan budaya kota jogja. Allahumma Amiin.

Kehadiranku di PUSBUD UGM tak lain untuk menghadiri Festival Literasi Indonesia, yang melibatkan berbagai komunitas dalam lintasan yang terjalin indah. Ada komunitas bloger, ada komunitas buku, ada komunitas lingkungan, ada komunitas komik, ada komunitas pecinta buku, ada komunitas pembaca buku, ada komunitas penjual buku, ada komunitas penadah snack, ada komunitas jalan terus dan pokoknya banyak dan banyak sekali. ketemu Wawan Kondo dan ikutan bantu mendiagnosis penyakit masyarakat melalui klinik penyakit sedih yang kebetulan bersebelahan dengan stand Gayam 16 yang wangi dan indah di pandang penjaga standnya itu,hahaha.

Dunia buku dan bacaan bukanlah dunia asing buat seorang Catur Stanis. Sedari kecil aku terbiasa hidup dari koleksi buku-buku. Kebetulan orang tua kami waktu itu punya taman bacaan di daerah Ngampilan Yogyakarta yang bernama Tri Yoga. Aku tak tahu pasti, apakah mbah Dauzan Farook (MABULIR) pernah singgah di Taman bacaan kami. Namun mengingat jarak antara Kauman dan Ngampilan relativ cukup dekat, setidaknya bisa jadi pernah singgah dan silaturahmi disana. Semoga saja.

Tiga hari yang menyenangkan memang. dan cukup kenyang. Apalagi slogan yang ditawarkan cukup merangsang. "Mangan Ora Mangan Maca Buku". Sekalipun bagiku tentu akan berlaku, "sak beja-bejane wong maca buku isih beja wong maca buku karo mangan". Hahaha.
Ah. kawankawan masyarakat literasi yang baik, aku bahagia dan bangga telah menjadi bagian dari kegiatan kalian selama ini. Sayang, kutakbisa menghantar kepulangan Firman Venayaksa, presiden Rumah Dunia yang juga member lama milis Ngobrolin Teater serta banyak kerabat yang lain. Selamat untuk panitia, peserta, pengunjung serta penggembira seperti saya. Sampai jumpa di perhelatan yang lainnya. thanks Jambrong...ternyata kita sama-sama dari kandang itu pula,hahaha. Thank's Herlina Tiens untuk saat-saat indahnya. Dwi Cipta, Siho, Steve dan Maria, Wawan Kondo, Gendhon serta masih buanyaaak lagi. terimakasih secara khusus buat Perpustakaan UGM atas kerjasama hangatnya yang menarik. Kawan-kawan 1001 Buku, Sokola (Evi dkk), Papper Moon (Ria dkk), AWI, Viddy serta yang lainlainnya..mohon maaf tak tersebutkan satu persatu. Serta lesbian manis yang ketemu disalah satu stand PKBI, thanks. Oya sebelum lupa, terimakasih banyak buat Devi UBAYA di stand PUSDAKOTA atas ngobrol indahnya menjelang subuh tiba. Ah, kamu mengingatkanku akan banyak hal...

No comments: