Monday, February 18, 2008

HRR! Basuki Mawa Bea



Membaca kembali pertunjukan teater dari Studio Teater PPPPTK Seni dan Budaya(d/h:PPPG Kesenian) Yogyakarta yang dipergelarkan di auditoriumnya yang megah di dusun Klidon, Besi, Ngaglik Sleman Yogyakarta (Jalan Kaliurang KM 13,5) malam jum’at tanggal 1 november 2007, pukul 20.00 waktu setempat.
Kali ini mengetengahkan sebuah lakon yang bertajuk HRR! Karya Eko Ompong yang sekaligus juga bertindak sebagai sutradara dalam pertunjukan kali ini. Adapun para pendukung pergelaran ini diantaranya adalah Andi Pepok, Andri Surawan, Wawan Kondo, Moh Shodiq serta perempuan Australia yang tengah mukim di Sleman, Annie Sloman. Bertindak selaku assisten sutradara sekaligus piƱata cahaya adalah Putut Buchori AM. Penata Busana Heru Subagiyo dan Sindhu. Musik oleh Irfaq BA dan Wawan Kris. Bertindak sebagai penyelia pertunjukan ini, Whani Darmawan dan Sardjana SH.
Pertunjukan yang berdurasi sekitar 50 menit ini menawarkan tema utama seputar dolanan (permainan) anak-anak yang diperkuat dengan gestikulasi serta estetika tubuh para aktornya. Serupa yang lazim dalam permainan akrobat dan ketangkasan lainnya.
Muncul dari kegelapan, empat sosok yang mengenakan t-shirt putih dengan celana tight warna gelap serta asesoris rumbai-rumbai menghias pinggangnya. Sementara muka mereka dibaluri bedak sebagaimana biasa kita saksikan dalam pantomime serta dandanan rambut mereka yang bergaya Mohawk.
Pilihan colouring lampu pada stat general justru menguatkan aksentuasi warna-warni yang ada disekujur tubuh mereka. Semangat keriangan serta ceria mewarnai pengadeganan ini. Sangat pas dengan karakteristik anak-anak sebagaimana yang dimaksudkan oleh naskah lakon mereka kali ini.
Inilah dunia permainan kanak-kanak yang segar, spontan serta tak jarang memunculkan kecerdasan tak terduga dan seringkali tak terbayangkan oleh orang tua atau siapa saja yang merasa dirinya tua. Kita seringkali terpana oleh kecerdasan yang datangnya dari mereka yang selama ini kita sangka sekadar hanya kanak-kanak.
Saya lebih dari percaya, bahwa melalui proses ini, para aktor bukan saja menemukan keasyikan berproses. Pun juga semoga mereka mendapatkan semacam tabungan artistik bagi perjalanan keaktoran mereka dikemudian hari. Apalagi kalo mereka peka memulungnya akan mendapatkan sesuatu yang berharga bagi sisi kemanusiaan mereka.
Saya seperti diingatkan kembali untuk menoleh kebelakang saat masih menjadi actor dulu, pun juga saat saya melakukan aktivitas penanaman nilai disejumlah teater berbasis kampus di jogja dulu, saya selalu memesankan satu hal : Ruang berbagi untuk meleburkan egosentrisme dengan kekuatan kekitaan. Dan melalui HRR! Inilah para aktor dituntut untuk bisa meruang dalam frame berpikir semacam itu. Bukan semata pada kejenialan individu melainkan lebih pada kematangan kebersamaan. Begitulah dunia kanak-kanak dengan permainannya, mengajari kita yang kadang sok dewasa ini dengan sesuatu yang luar biasa.
Dan sayapun lantas ingat pada pepatah warisan leluhur, Hrr! Basuki mawa bea. Tentu saja kalo kita sepakat bahwa bea disitu tidak harus disama sepadankan dengan materi semata. Apalagi kalau kita mampu memungut sisi immateri dari teater yang tak terbantahkan itu.
Saya berharap, melalui pertunjukan semacam ini, bukan hanya penonton yang pulang dengan berbekal buah permenungan pun juga para pelakunya termasuk aktor dan siapa saja yang terlibat dalam pertunjukan ini bisa juga memperoleh anugerah tak ternilai yang bertitel : “penyadaran atas diri yang Manusia”
Demikian dari saya, sampai jumpa di pertunjukan berikutnya. Special buat Annie Sloman, semoga ada lain waktu untuk me‘review‘nya. :)

1 comment:

dini astina said...

Ada yg punya vidio pementasan naskah drama hrr! Tidak?