Monday, November 12, 2007

Jum'at,Sabtu,Minggu

Jum'at pagi yang basah, sisa guyuran hujan semalaman tak menyurutkan langkahku menuju Stasiun tua yang berdiri pucat di sudut kota itu. Stasiun itu masih sepi saat aku menemukan sesobek kertas tak bertanggal bertuliskan,"tak ada kata terlambat bagi kereta yang datang kemudian, lantaran kesempatan untuk menunggu adalah peluang bagi kemungkinan yang tak terduga".
Dan benar saja, kegiatan menunggu itu memang membuatku bisa membuka kembali lembar-lembar ingatan yang membentang di sekujur malam-malam yang kumal. sejumput mimpi kubungkus pagi ini, terbayang senyummu yang samar didinding terbakar.

Jum'at siang yang sejuk dan kering di joglo Cepuri Parangkusuma, sebutir mimpi kucuri dari pias wajahmu yang kelelahan. Ada kedamaian menghampar dari pejam matamu. Sisa kelelahan dalam rentang perjalanan membuatku nanar menatap ungu ragumu. Hari belum beranjak sore saat kugamit langkah menuju tangga batu yang tersusun acak di kerindangan Makam Syech Maulana. Lanskap yang terhampar serta dada yang berdebar menunggu malam di reriungan canda.

Jum'at sore luput menangkap sunset yang bersembunyi disebalik kelam awan. Mungkin hujan deras di utara, sedang kita disini masih juga saling menrjemahkan tanda-tanda. Dibibir pantai ini, seulas senyummu menyejukkan bathinku, menjinakkan darahku.

Saat senja menjelma malam, dalam deru ombak yang hingar, bergelas-gelas kata kita bakar. Dan malampun lewat. Tanpa kata tanpa suara. Hanya beku angin mengabarkan mimpi yang tertunda. Hanya dengkur berpacu dalam dekapmu yang hangat dan damai.

Terimakasih karena kau perkenankan menjemput pagi bersamamu.

Sabtu siang di terminal yang bising, tak pernah kuucap selamat jalan, karena bagiku kemanapun engkau menjejakkan kaki, kau tak pernah berada dimana-mana selain senantiasa tinggal dalam ceruk bathinku yang membiru oleh lumut waktu.

Maka kuperkenankan siang membawamu berlalu.

Sore, di mobil Agus Noor yang melaju mengantarku menuju Sewon, aku lebih banyak terdiam. Titik-titik air yang basah itu mengingatkanku pada seuntai cerita yang dibawa oleh kemarin. Masing-masing punya cara tersendiri, masing-masing punya jalan untuk menggerakkan kaki.

Sabtu malam di lapangan depan Teater Arena ISI, bersama kawan-kawan kami menenggelamkan diri dalam putaran kisah yang dipaparkan teman-teman dari Sanggar Kampoeng Seni Banyoening.

Sengaja aku ketempat ini bukan semata menghindari acara di tempat lain. Namun lebih sebagai bentuk kecintaanku yang bisa jadi berlebihan kepada makhluk yang bernama teater.

Ngobrol dengan Dwi sebelum masuk ke ruang diskusi. Tiba-tiba saja bayangmu melintas. Bersama seonggok jagung bakar dan derai tawa yang entah dari mana.

Usai segalanya, kukendarai malam membelah kota bersama Joni Ariadinata. Di perempatan Gondomanan kami berpisah. Joni pulang ke Gamping dan aku melanjutkan langkah menuju kawasan Gowok.

Minggu siang di kamar Koto kurebahkan lelah sampai sore membangunkanku pergi ke kantor. Entah kantor yang mana, entah kantor siapa.

No comments: